connect:

Wednesday, July 21, 2010

PERSPEKTIF UMAT ISLAM DALAM MENERIMA INFORMASI BARU


PERSPEKTIF UMAT ISLAM DALAM MENERIMA INFORMASI BARU
aris kurniawan
Sering kita mendengar ungkapan ‘Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan lihat siapa yang mengatakan’. Dan kata kata ini seringkali diungkapkan oleh orang kita anggap lebih pintar dari kita. Tetapi benarkah hal ini dibolehkan dalam agama islam, karena tidak jarang seseorang yang kita anggap lebih baik agamanya justru melakukan sesuatu yang berlawanan dengan alquran atau hadis. Bukan karena tidak tahu atau sengaja, tetapi mungkin karena apa yang mereka maksudkan sebenarnya sangat berbeda dengan apa yang ditangkap oleh pendengar, karena perbedaan persepsi atau sudut pandang, juga ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Tapi jika menerima sesuatu tanpa melihat pemberinya tetap dilakukan, maka generasi berikutnya pasti akan terjerumus dalam kesesatan karena melakukan taqlid terhadap orang lain. Karena memang nilai benar dan salah itu sangat sulit untuk diterapkan dalam berbagai sudut pandang, karena kita tidak boleh memandang dari satu sisi maka nilai benar dan salah pun menjadi terbagi sesuai sisi sisi itu. Tetapi apakah islam tidak mempunyai standar baku tentang nilai benar dan salah itu.
Jika kita menilik alquran dan hadis maka jelas bahwa keduanya merupakan sumber kebenaran hanya saja tanggapan, persepsi, atau pemehaman orang terhadap keduanya akan menghasilkan hal yang berbeda-beda. Pemahaman mahasiswa terhadap kata “iqra” tentu berbeda dengan pemahaman dosen terahdap kata tersebut. Tetapi meskipun begitu tetap ada benang merah yang menjadi persepsi yang paling benar dari persepsi yang lain.
Mengenai pernyataan “Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan lihat siapa yang mengatakan” jika diterapkan dalam masalah selain agama mungkin tidak apa apa, tetapi jika diterapkan dalam kehidupan beragama maka ungkapan ini harus dilihat dari sisi yang berbeda yaitu persepsi syariat islam atau dipersempit jangkauannya.
Pernah diceritakan bahwa perawi hadis Al-Bukhari pernah tidak menshahihkan sebuah hadis hanya karena perawi hadis itu memperlakukan hewan piaraannya dengan tidak baik. Dan dalam agama islam seorang saksi haruslah orang yang sudah mumayyiz. Dalam muqaddimah Shahih Bukhari dijelaskan bahwa Seorang Tabi’in yang bernama Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110 H) rahimahullah berkata, “Mereka (yakni para ulama hadits) tadinya tidak menanyakan tentang sanad tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata, ‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang menyampaikannya Ahlus Sunnah, maka haditsnya diterima, tetapi bila yang menyampaikannya ahlul bid’ah, maka haditsnya ditolak.”
Hal ini terbukti dalam periwayatan hadis bahwa hadis yang paling kuat adalah hadis yang mutawatir, yang salah satu syaratnya adalah rawi-rawinya (periwayat hadis) tsiqat dan mengerti terhadap apa yang dikabarkan dan (menyampaikannya) dengan kalimat pasti. Dan kualitas sebuah hadis bisa berkurang karena perawinya kurang dhabit atau kurang kuat hafalannya. Selain itu Abdullah bin al-Mubarak (wafat th. 181 H) rahimahullah pernah berkata: “ Sanad itu termasuk dari agama, kalau seandainya tidak ada sanad, maka orang akan berkata sekehendaknya apa yang ia inginkan"
Melihat beberapa hal diatas maka ungkapan untuk hanya melihat apa yang dikatakan kiranya perlu dibatasi dalam koridor tertentu, karena dari satu hal terdapat banyak sisi untuk dilihat, dan tentu saja umat islam tidak bisa hidup tanpa umat yang lain, entah itu Kristen, hindu, yahudi, budha, atau yang tidak beragama sekalipun. Karena tidak jarang ilmu mengenai dunia didapatkan oleh orang non islam, sebagaiman teknologi yang sekarang berkembang pesat saat ini dipegang oleh orang non islam dan orang islam rata rata hanya menjadi konsumen saja.
Sadar atau tidak ketika itu umat islam sedang mengambil sesuatu tanpa melihat dari mana sesuatu berasal. Bahkan dalam hal agama pun tidak ketinggalan karena memang mudah terpengaruh itu merupakan sifat manusia ketika menginginkan sesuatu. Bahkan perkembangan barat pun diawali karena pengaruh islam yang sedang berkembang. Dan pertanyaannya apakah umat islam sekarang baru bisa berkembang jika mengambil pengaruh dari kelompok yang berkembang.
Semoga saja umat islam belum kehilangan kreatifitasnya hanya karena mengutamakan kehidupan akhirat dan mengesampingkan kehidupan dunia, semoga saja umat islam tidak sibuk berdzikir untuk keselamatan pribadinya di akhirat hingga melupakan kewajibannya sebagai khalifah dibumi, semoga saja umat islam tidak hanya sibuk mengurusi masalah sepele seperti ikhtilaf ulama fiqih, karena fiqih hanya merupakan pendapat dan pemahaman seseorang terhadap nash, dan melupakan masalah yang besar yaitu kesatuan umat islam. Dan semoga saja umat islam tidak sibuk berkumpul tetapi hanya menjadi seperti buih di lautan yang tidak mempunyai kekuatan. Wallahu a’lam. (Arisk)

0 comments:

Post a Comment

silakan komen bozz asal sopan ,,, :-)