connect:

Wednesday, January 20, 2016

Bom hidrogen vs. bom atom: apa bedanya?

Korea utara mengklaim telah sukses uji coba bom hydrogen pada hari rabu 6 januari kemarin, bom ini lebih kuat dari bom atom yang menghancurkan Nagasaki dan Hiroshima di jepang selama perang dunia ke 2.
Para ahli belum terlalu yakin negara mana yang secara tertutup telah membuat dan menyebarkan bom hidrogen tersebut. Tetapi satu hal, gangguan seismik yang disebabkan oleh ledakan bom itu berada di skala 5.1, menurut survei geologis amerika. Ukuran tersebut setara dengan ledakan bom atom yang di uji coba oleh korea utara pada tahun 2013. (bom atom dan bom hidrogen adalah beberapa jenis dari bom nuklir)
Bom hidrogen, atau bom termo nuklir lebih kuat dibandingkan bom atom, dengan begitu para ahli berpendapat ukuran gelombang seismik yang sama memunculkan keraguan pada klaim korea utara. Perbedaan antara bom termo nuklir dan bom atom berada pada tingkat atom. Bom atom, seperti yang digunakan di nagasaki dan hiroshima, diledakkan dengan memecahkan inti atom. Ketika neutron, atau partikel netral, dari inti atom terbelah, beberapa menghantam partikel disekelilingnya, dan memecah mereka juga. Hasilnya adalah sebuah rantai ledakan besar yang berurutan. Bom yang dijatuhkan di hiroshima dan nagasaki meledak dengan kekuatan setara 15 kiloton dan 20 kiloton bom tnt, menurut union of concerned scientist.
Sebaliknya, uji coba pertama pada bom termo nuklir, atau bom hidrogen, di amerika november 1952 menghasilkan ledakan setara 10 ribu kiloton tnt. Bom termo nuklir dimulai dengan pembelahan atom yang sama seperti pada bom atom, tetapi tidak menggunakan dominasi uranium dan plutonium seperti pada bom atom. Pada bom termo nuklir ada tahap tambahan yang membuat kekuatan ledakan menjadi lebih kuat.
Pertama, pemantik ledakan menekan bidang dari plutonium-239, materi yang akan mengalami pemecahan. Di dalam rongga plutonium-239 terdapat ruang yang berisi gas hidrogen. Suhu dan tekanan tinggi yang dihasilkan dari pemecahan plutonium-239 menyebabkan pembelahan atom hidrogen. Proses pembelahan ini melepaskan sejumlah neutron, yang diumpankan kembali kedalam plutonium-239, dan membelah lebih banyak atom dan meningkatkan reaksi berantai pembelahan atom.
Pemerintah seluruh dunia menggunakan sistem pemantauan global dalam mendeteksi uji coba nuklir sebagai bagian dari usaha untuk menguatkan 1996 comprehensive test ban treaty (CTBT). Terdapat 183 persetujuan pada perjanjian ini, tetapi tidak bersifat mengikat, karena beberapa negara kunci, termasuk amerika serikat, tidak mengesahkan hal tersebut. Sejak tahun 1996, Pakistan, india, dan korea utara telah melakukan beberapa kali uji coba nuklir. Namun, perjanjian tersebut telah menempatkan system pengawasan aktifitas seismic yang dapat membedakan ledakan nuklir dari gempa yang dihasilkan. System pengawasan internasional CTBT juga mempunyai pangkalan yang dapat mendeteksi gelombang infrasonic, suara yang frekuensinya terlalu rendah untuk dapat didengar manusia, yang dihasilkan dari ledakan. Delapan puluh pangkalan pengawasan radionuklida di seluruh dunia bertugas mengukur curahan di atmosfer, yang dapat membuktikan bahwa suatu ledakan dapat dideteksi dengan system pengawasan yang lain, yaitu nuklir.

sumber

0 comments:

Post a Comment

silakan komen bozz asal sopan ,,, :-)