refleksi kemerdekaan
Masih ingat tanggal 9 ramadhan
1364?. Ketika itu jum’at, tak seperti jumat yang biasanya. Ya, ketika itu
indonesia mulai belajar menjadi negara. Negara pertama setelah perang dunia ke
dua. Kemarin tepat 69 tahun sejak hari itu. Ada kabar apa dari negeriku?.
Masihkah sidang sengketa pemilu seperti yang biasa terjadi setelah penghitungan
suara?. Entah itu suara siapa. Mungkinkah itu suara rakyat?. Rakyat seperti diriku
dan dirimu yang tak selalu tahu menahu masalah penghitungan suara seperti itu.
Masih ingatkah dirimu pelajaran
dari buku sejarah?. Indonesia ini bukan negara kecil, bukan negara lemah.
Kenapa? Ditanah kita hidup lebih dari 129 gunung berapi. Ketika itu Tambora
muntah dan teriak sampai terdengar 2000 kilometer ke arah sumatera. Berikutnya
krakatau juga melakukan hal yang sama meski tak sehebat tambora.
Dirimu tahu?. Untuk apa gunung
itu diciptakan?. Mencegah gempa. Gunung itu pasak agar bumi tidak berguncang
bersama dirimu. Memangnya gunung itu hidup?. Tak seperti hidupmu. Masih ingat
ketika sebelum kita hidup disini?. Pernah ditawarkan tugas manusia kepada
langit, bumi dan gunung, dan ketika itu mereka tidak sanggup.
Guncangan itu untuk apa?. Untuk mengazab
kaum yang berdosa?. Atau sebagai cobaan kaum yang beriman? Atau hanya sekedar
fenomena alam yang sudah seharusnya terjadi?. Sepertinya bukan itu kawan. Bukankah
semua punya sebab dan tujuan. Dan semua pengetahuan tentang sebab segala
sesuatu itu sudah pernah diberikan kepada manusia di jaman Zulkarnain bukan?. Setahuku
guncangan itu hanya punya satu tujuan. Mengeluarkan beban.
Pernah tersedak?. Pernah muntah?.
Tubuh kita tak seperti kelinci yang hanya bisa menerima semua yang masuk dari
mulut. Tersedak dan muntah itu mekanisme yang sama untuk menolak apa yang
diberikan mulut. Bukankah itu satu cara yang sama dengan apa yang dilakukan
oleh gunung ketika berguncang?. Menghilangkan beban dengan cara yang tidak
nyaman.
Sama seperti ketika terjadi badai
topan. Ada kabar baik di sana. Ribuan kubik udara bercampur uap air diberikan
ke tempat yang membutuhkan. Bukankah terjadinya angin itu karena ada perbedaan
tekanan udara?. Agar menjadi seimbang di antara tempat yang berbeda. Hampir sama
seperti perbedaan harta manusia bukan. Diberikan ketika ada kelebihan.
Di sini sering ada hujan es. Bukan
salju, ini es seukuran biji jagung bercampur air jatuh dari langit. Sedingin apa
di atas sana?. Bukankah di sana lebih dekat dengan matahari? Di sini juga lebih
tinggi dari muka laut. Masih ingat yang diajarkan geografi?. Kalau iklim itu
dibagi dua. Ya, berarti di sini panas matahari melewati tempat yang dingin
kemudian baru terasa panas. Tapi pertanyaannya, di bulan itu panas atau dingin?
Bukankah bulan tidak punya atmosfer?.
Tapi yang pasti di sini bukan Indonesia.
Ini negeri yang pernah dikunjungi malaikat. Ditumbuhi tanaman surga, meski
sampai sekarang lidah ini belum bisa menerima karena mungkin ini surga yang
berbeda. Pernah juga di sini jatuh kerikil dari neraka. Dan hanya di sini
terdapat rumah ibadah pertama yang dibangun oleh manusia.
Sekarang kita hidup di zaman
apa?. Seribu empat ratus tahun setelah turun perkataan yang berat dari langit. Kini
semua tampak berbeda bukan?. Semua tempat terkoneksi jaringan data. Setiap wilayah
masuk dalam peta. Dan setiap orang mampu berbicara via gelombang kasat mata. Mungkin
ini zaman kemajuan?. Puncak peradaban?. Sepertinya bukan. Sudah berapa banyak
umat yang hilang yang peralatan rumah tangganya lebih bagus dari punya kita?. Dan
permintaan untuk memiliki kerajaan yang tidak akan pernah dimiliki seorang pun
setelahnya itu sudah terkabul ketika era manusia bersatu dengan jin.
(ariskurniaz, Agustus 2014)