connect:

Latest Post

Wednesday, August 27, 2014

refleksi kemerdekaan

Masih ingat tanggal 9 ramadhan 1364?. Ketika itu jum’at, tak seperti jumat yang biasanya. Ya, ketika itu indonesia mulai belajar menjadi negara. Negara pertama setelah perang dunia ke dua. Kemarin tepat 69 tahun sejak hari itu. Ada kabar apa dari negeriku?. Masihkah sidang sengketa pemilu seperti yang biasa terjadi setelah penghitungan suara?. Entah itu suara siapa. Mungkinkah itu suara rakyat?. Rakyat seperti diriku dan dirimu yang tak selalu tahu menahu masalah penghitungan suara seperti itu.
Masih ingatkah dirimu pelajaran dari buku sejarah?. Indonesia ini bukan negara kecil, bukan negara lemah. Kenapa? Ditanah kita hidup lebih dari 129 gunung berapi. Ketika itu Tambora muntah dan teriak sampai terdengar 2000 kilometer ke arah sumatera. Berikutnya krakatau juga melakukan hal yang sama meski tak sehebat tambora.
Dirimu tahu?. Untuk apa gunung itu diciptakan?. Mencegah gempa. Gunung itu pasak agar bumi tidak berguncang bersama dirimu. Memangnya gunung itu hidup?. Tak seperti hidupmu. Masih ingat ketika sebelum kita hidup disini?. Pernah ditawarkan tugas manusia kepada langit, bumi dan gunung, dan ketika itu mereka tidak sanggup.
Guncangan itu untuk apa?. Untuk mengazab kaum yang berdosa?. Atau sebagai cobaan kaum yang beriman? Atau hanya sekedar fenomena alam yang sudah seharusnya terjadi?. Sepertinya bukan itu kawan. Bukankah semua punya sebab dan tujuan. Dan semua pengetahuan tentang sebab segala sesuatu itu sudah pernah diberikan kepada manusia di jaman Zulkarnain bukan?. Setahuku guncangan itu hanya punya satu tujuan. Mengeluarkan beban.
Pernah tersedak?. Pernah muntah?. Tubuh kita tak seperti kelinci yang hanya bisa menerima semua yang masuk dari mulut. Tersedak dan muntah itu mekanisme yang sama untuk menolak apa yang diberikan mulut. Bukankah itu satu cara yang sama dengan apa yang dilakukan oleh gunung ketika berguncang?. Menghilangkan beban dengan cara yang tidak nyaman.
Sama seperti ketika terjadi badai topan. Ada kabar baik di sana. Ribuan kubik udara bercampur uap air diberikan ke tempat yang membutuhkan. Bukankah terjadinya angin itu karena ada perbedaan tekanan udara?. Agar menjadi seimbang di antara tempat yang berbeda. Hampir sama seperti perbedaan harta manusia bukan. Diberikan ketika ada kelebihan.
Di sini sering ada hujan es. Bukan salju, ini es seukuran biji jagung bercampur air jatuh dari langit. Sedingin apa di atas sana?. Bukankah di sana lebih dekat dengan matahari? Di sini juga lebih tinggi dari muka laut. Masih ingat yang diajarkan geografi?. Kalau iklim itu dibagi dua. Ya, berarti di sini panas matahari melewati tempat yang dingin kemudian baru terasa panas. Tapi pertanyaannya, di bulan itu panas atau dingin? Bukankah bulan tidak punya atmosfer?.
Tapi yang pasti di sini bukan Indonesia. Ini negeri yang pernah dikunjungi malaikat. Ditumbuhi tanaman surga, meski sampai sekarang lidah ini belum bisa menerima karena mungkin ini surga yang berbeda. Pernah juga di sini jatuh kerikil dari neraka. Dan hanya di sini terdapat rumah ibadah pertama yang dibangun oleh manusia.
Sekarang kita hidup di zaman apa?. Seribu empat ratus tahun setelah turun perkataan yang berat dari langit. Kini semua tampak berbeda bukan?. Semua tempat terkoneksi jaringan data. Setiap wilayah masuk dalam peta. Dan setiap orang mampu berbicara via gelombang kasat mata. Mungkin ini zaman kemajuan?. Puncak peradaban?. Sepertinya bukan. Sudah berapa banyak umat yang hilang yang peralatan rumah tangganya lebih bagus dari punya kita?. Dan permintaan untuk memiliki kerajaan yang tidak akan pernah dimiliki seorang pun setelahnya itu sudah terkabul ketika era manusia bersatu dengan jin. (ariskurniaz, Agustus 2014)